Mimpi


Mimpi. Semua orang pasti pernah bermimpi kan? Banyak orang menyebut mimpi sebagai bunga tidur. Kenapa? Tentu saja karena munculnya ketika kita sedang tidur. Kebanyakan orang akan mengabaikan mimpi-mimpi yang muncul saat mereka tidur. ‘Tidak perlu dipikirkan, mimpi kan hanya bunga tidur. Kecil kemungkinan bisa terjadi.’ Begitu kata mereka. Tapi bagaimana jika mimpi yang sama terus muncul berulang kali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Pasti akan terasa aneh bukan? Pasti orang yang mengalami mimpi berulang seperti itu akan bertanya-tanya. Kenapa mimpi itu terulang lagi? Benarkah mimpi ini hanya bunga tidur saja? Atau ada pesan tersembunyi? Atau bahkan peringatan akan suatu kejadian? Atau jangan-jangan, ada makhluk tak kasat mata yang ingin berkomunikasi? Ihh seram juga ya kalau beneran... Hahaha.

Aku pernah, mimpi orang yang sama tiga kali berturut-turut. Aneh kan? Apa? Aku mimpi orang itu karena aku suka? Jatuh cinta? Kangen? Ada-ada saja. Aku bahkan tidak ingat pernah kenal orang itu. Kalian pasti penasaran, ‘Bagaimana kamu bisa tahu itu orang yang sama jika aku tidak kenal?’ Percayalah walau aku tidak ingat pernah kenal tapi wajahnya tampak tidak asing. Siapa ya kira-kira? Teman lama? Orang yang tidak sengaja lewat? Temannya temanku mungkin?

“Selamat pagi, anak-anak! Silahkan duduk di tempat kalian!” Wali kelas kami, Bu Karlina masuk ke kelas. Menghentikan kegiatan menulisku.

“Anak-anak hari ini kita ada kedatangan teman baru dari luar provinsi. Kalian baik-baik ya sama dia. Jangan dijahili apa lagi di-bully.” Ucap Bu Karlina.

‘Anak baru? Untuk apa peduli? Mending lanjut nulis.’ Batinku

“Silahkan masuk nak Jovan! Perkenalkan diri kamu ke teman-temanmu!” Perintah Bu Karlina ke anak baru itu.

Ketika anak baru itu masuk, seketika kelas menjadi ricuh.

‘Wah ganteng bangeet!’

‘Ya Tuhan, penghuni surga-Mu ada yang kabur iniiii! Cakep banget Ya Tuhan!’

Pujian demi pujian dilontarkan anak perempuan ketika melihat wajahnya untuk pertama kali. Ya begitulah. ‘Surga dunia’ katanya. Berbeda dengan anak laki-laki yang merasa kedudukan mereka sedikit terancam karena parasnya yang ‘katanya’ ganteng itu.

‘Waduh, saingan berat ini!’

‘Pegangin cewek kalian guys! Jangan sampai oleng!’

Aku? Aku masih berkutik dengan cerpenku. Peduli? Tentu tidak. Penasaran? Sudah pasti. Rasa penasaran itulah yang membuatku menoleh sekilas ke depan dan ber-oh singkat setelah melihatnya. Eh, sebentar. Aku kembali menoleh ke arah anak baru itu.

‘Di.... Dia... Mirip banget. Dia mirip banget sama cowok di mimpiku.’ Betapa terkejutnya aku ketika menyadarinya.

‘Jadi, mimpi itu beneran pertanda ya? Tapi pertanda apa?’ batinku bertanya-tanya.

Jujur saja, saat ini aku bingung sekali dengan apa yang terjadi padaku. Setelah mimpi-mimpi itu. Lalu dengan kemunculan lelaki yang ada di mimpiku. Aku benar-benar bingung. Ah, kalian pasti lebih bingung. ‘Memang mimpinya tentang apa si?’ Jadi mimpi pertamaku, aku kecelakaan dan masuk rumah sakit. Aku ditemani oleh lelaki itu sampai aku menghembuskan nafas terakhirku saat bersamanya di rumah sakit. Menakutkan? Tentu saja. Mimpi kedua, aku menjadi temannya. Tapi, karena suatu keadaan aku harus pergi jauh. Aku ingin berpamitan dengan lelaki itu. Dia acuh saja tidak peduli. Mimpi ketiga, ini agak menggelikan dan terkesan mengada-ada. Tapi, aku berani mengatakan kalau aku mungkin berpacaran dengannya di mimpi itu.

Dengan munculnya dia di depanku sekarang, hanya satu isi kepalaku. ‘Apakah mimpi-mimpi itu adalah tiga kemungkinan akhir dari kisah kami berdua nanti? Lalu mimpi yang mana yang benar-benar bunga tidur dan mana yang pertanda?’

“Perkenalkan! Nama gue Jovan. Jovan Bagas Dirgantara. Salam kenal!” ucapnya memperkenalkan diri.

“Hahaha.... Dirgantara.... Anak pesawat ini.” Canda salah seorang siswa laki-laki, diikuti tertawaan beberapa siswa laki-laki lainnya , yang ditimpali dengan tatapan sinis siswa perempuan.

“Sudah, sudah, jangan begitu. Jovan, silahkan duduk di tempat yang kosong.” Ucap Bu Karlina meredakan kericuhan kelas. Setelah mendapat izin, Jovan berjalan mencari tempat duduk kosong.

‘Eh kamu pindah gih, biar Jovan duduk di sebelahku’

‘Enak aja, kamu aja si yang pindah’

Kelas kembali ricuh oleh siswa perempuan yang berebut ingin duduk dengan Jovan. Jovan terus berjalan mencari tempat kosong, sampailah dia di bangku sebelahku, yang memang kosong sejak awal semester. Aku yang masih berkutik dengan pikiranku tidak menyadari dia sudah berdiri di bangku sebelahku.

“Bangku ini kosong kan? Boleh gue duduk di sini?” Tanya Jovan.

“Hah?” ucapku kaget. ‘Kapan-kapan dia berdiri di situ?’ Batinku.

“Bangkunya kosong kan? Gue boleh duduk di sini?” Ulangnya sedikit diperlambat.

“Oh, boleh. Silahkan!” Jawabku mempersilahkan.

“Makasih! Btw... Gue Jovan. Jovan Baga...” Ucapnya. Tapi kupotong.

“Iya tahu. Tadi udah perkenalan kan di depan.” Potongku.

“Haha... Iya juga. Nama lo siapa?” Tanya Jovan.

“Dara.” Jawabku singkat. Bukannya sok kalem, tapi suasananya terasa canggung sekali bagiku. Bayangkan saja laki-laki yang muncul di mimpimu sekarang ada di depan mata. Itu akan sangat canggung. Ditambah tatapan anak perempuan lain yang seakan ingin membunuhku hanya karena Jovan duduk di sebelahku.

“Nama lengkap?” Tanya Jovan lagi.

“Harus banget nama lengkap?” Jawabku.

“Yups, harus. Siapa tau butuh nanti. Buat akad nikah misalnya.” Timpalnya.

“Cih, baru kenal dah gombal.” Ucapku pelan.

“Jadi? Gak mau kasih tau nama lengkap lo? Ya sudah.” Ucap Jovan lalu menghadapkan badan ke depan.

“Baiklah, kita lanjutkan pelajaran hari ini ya...” ucap Bu Karlina memulai pelajaran. Sekarang aku yakin, kehidupan sekolahku setelah ini, akan sangat berbeda dengan sebelumnya.

Satu semester sejak masuknya Jovan ke sekolah kami sudah lewat. Hari ini adalah hari terakhir ujian semester kami. Menyenangkan? Jangan harap. Jovan memang memiliki wajah yang bisa dibilang sempurna. Tapi percayalah, kelakuannya seratus delapan puluh derajat dibanding wajahnya. Bagaimana tidak. Hampir setiap hari dia menjahiliku. Menggangguku menulis. Melempariku dengan bola-bola kertas kecil yang dibuatnya. Aku tahu dia bercanda. Hanya saja di saat-saat tertentu itu sangat menyebalkan. Tapi hal-hal seperti itulah yang membuat kami pelan-pelan menjadi semakin dekat dan semakin dekat.

“Gimana ujianmu?” Tanya Jovan.

“Begitulah.” Jawabku singkat.

“Kenapa juga aku tanya itu ke kamu. Seorang Aldara. Langganan peringkat satu. Tentu saja ujian akan sangat mudah dia kerjakan, olimpiade saja dimenangkan dengan mudahnya... Hahaha.” Ucap Jovan.

“Kau ini... Jangan terlalu dibesar-besarin. Nanti dibilang sombong lagi.” Ucapku memperingatkannya.

“Sombong apanya? Mereka aja yang iri sama kamu.” Ucapnya.

“Udah, udah... Nanti ada yang denger gimana?” Timpalku.

“Biarin aja. Gak ada yang berani ganggu Aldara selama Jovan ada di sebelah Aldara... Hahaha.” Ucapnya sedikit bercanda.

“Hahaha... Ya udah. Pulang yuk!” Ucapku mengajaknya pulang. Berdua? Iya. Sudah sekitar dua bulan kami selalu pulang bersama. Sudah kukatakan bukan kalau kami semakin dekat? Tanpa banyak bicara lagi, kami berdua langsung berjalan menuju tempat parkir di depan sekolah. Sampai di tempat parkir, Jovan langsung memakai dan memakaikanku helm dan kami pun berangkat. Di tengah jalan aku menyadari kalau Jovan tidak membawaku ke rumahku.

“Kita mau kemana, Van?” Tanyaku.

“Jalan-jalan bentar yak! Refreshing abis ujian.” Jawabnya sedikit teriak karena jika tidak akan terbawa suara angin. Aku hanya ber-oh pelan, tanpa tahu kemana aku akan dibawa olehnya.

Sampailah kami berdua di suatu taman yang sangat indah dan masih asri. ‘Taman Kota Mellysta’ Batinku membaca tulisan di gerbang taman itu.

“Ngapain kita ke sini?” Tanyaku.

“Udah dibilangin refreshing. Ayok ikut!” Ajak Jovan sambil menarik tanganku.

Aku hanya bisa menurut dan mengikutinya ke mana pun dia membawaku pergi. Sampai di sebuah ayunan, dia menyuruhku duduk.

“Duduk di sini bentar. Kamu mau eskrim?” Tanyanya. Aku hanya mengangguk kecil. Jovan langsung pergi meninggalkanku di ayunan itu.

Tak lama berselang Jovan kembali dengan satu buah eskrim coklat dan satu buah eskrim vanilla.

“Nih, eskrim-mu. Coklat, kan?” Ucapnya sambil menyodorkan eskrim coklat di tangannya. Aku sekali lagi hanya mengangguk dan mengambil eskrim dari tangannya.

“Kamu tumben banget ngajakin aku jalan-jalan. Kamu gak sakit kan? Atau pindah sekolah lagi? Atau jangan-jangan kamu mau sekolah di luar negeri ya makanya kamu baikin aku gini terus tiba-tiba pamit gitu?” Tanyaku panik mengeluarkan semua dugaan di kepalaku.

“Hei... Hei... Tenang Dara! Aku gak akan kemana-mana kok.” Jawabnya menenangkan.

“Terus kenapa tiba-tiba ngajakin aku jalan-jalan?” Tanyaku lagi.

“Eumm... Kayanya sekarang waktu yang tepat buat ngomongin ini.” Ucapnya pelan, aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.

“HAH? Apaan si pelan banget ngomongnya.” Timpalku.

“Gini.... Aku mau nanya sesuatu dulu buat mastiin.” Ucapnya. Aku hanya terdiam bingung, tidak mengerti apa yang dia maksud.

“Kamu sering tulis cerpen gitu, kan? Buat dicetak di MellystaNews?” Tanya Jovan.

“Kok kamu bisa tau? Padahal aku berusaha banget biar orang gak tau kalo aku tulis cerpen buat koran itu.” Jawabku sedikit kaget.

“Beneran? Jadi kamu beneran BabyNara penulis cerpen di MellystaNews?” Tanyanya lagi. Aku kembali hanya mengangguk.

“Wow... Aku fans berat BabyNara... Aku suka banget cerpen-cerpen kamu! Aku gak percaya selama ini aku sekelas sama BabyNara.” Lanjutnya senang. Sangking senangnya dia tidak sadar kalau eskrimnya sudah jatuh ke tanah.

“Wah... Aku seneng banget hari ini!” Ucapnya lagi sambil memegang tanganku, yang membuatku bingung dan suasana menjadi canggung karena Jovan langsung melepas tanganku setelah menyadari apa yang dilakukannya.

“Eehh... Dara?” panggilnya.

“Apa?” Jawabku.

“Ada lagi yang mau aku bilang ke kamu, tapi nggak di sini. Ayok ikut aku!” Ucapnya langsung menarik tanganku. ‘Apalagi ini, Ya Tuhan’ Batinku heran. Jovan membawaku ke sebuah air mancur berlampu di tengah taman. Hari yang sudah mulai gelap membuat lampu itu bersinar bersama semburat oranye matahari tenggelam.

“Aldara. Udah sekitar lima bulan kita kenal. Dan udah dua bulan kita deket. Ditambah kamu yang ternyata adalah penulis cerpen favoritku. Aku udah membulatkan tekat buat bilang ini.” Ucap Jovan, memegang kedua tanganku. Aku hanya bisa terdiam. Detak jantungku sekarang sangat kencang dan tidak stabil. Aku punya firasat kuat apa yang akan terjadi berikutnya.

“Aldara Putri Priscanara. Selama kita deket, dua bulan ini, pas kamu bahagia aku ikut bahagia. Pas kamu sedih aku nenangin kamu, selalu ada di samping kamu. Tanpa sadar tumbuh perasaan suka. Aku suka sama kamu Ra. Aku, Jovan Bagas Dirgantara, suka sama kamu, Aldara Putri Priscanara.” Ucapnya. Aku tidak bisa berkata-kata. Tubuhku terasa membatu mendengar semua pengakuan yang diucapkan Jovan.

Jovan benar. Tanpa sadar kami semakin dekat dua bulan ini. Tanpa sadar terus-menerus merasa nyaman satu sama lain. Tanpa sadar tumbuh rasa saling suka satu sama lain.

“Aku.... Aku juga suka...” Ucapku pelan.

“Kenapa, Ra?” Tanya Jovan.

“Aku... juga suka Jovan.” Ulangku lagi. Kali ini sedikit lebih keras, dia harusnya mendengarku sekarang.

“Apa? Keras-keras dong gak kedengeran.” Ucapnya lagi.

“DARA JUGA SUKA SAMA JOVAN.” Teriakku. Orang-orang di sekitar kami menoleh, terdiam sebentar. Lalu bertepuk tangan dan bersorak, ikut senang. Jovan tersenyum lebar dan memelukku. Aku membalas pelukannya. Dengan ini kami resmi berpacaran. 

Jovan, lelaki yang muncul di mimpiku, sekarang menjadi pacarku. Seperti yang ditunjukkan salah satu mimpiku. Setelah itu, kami kembali ke kehidupan biasanya. Setelah ujian semester, pengambilan raport, liburan, sekolah lagi, ujian lagi, lulus, kuliah, dan wisuda. Hanya saja mungkin diselingi kencan setiap seminggu sekali. Kalian tahu? Jovan melamarku ketika wisuda kuliah kami. Di depan banyaknya hadirin yang datang di tempat wisuda, Jovan berlutut di depanku dan menyodorkan kotak berisi cincin berlian kepadaku. Malu? Tentu saja malu. Siapa yang tidak malu dilamar di depan orang banyak seperti itu. Senang? Sudah pasti. Lima tahun kami berpacaran sejak SMA, akhirnya dia melamarku dan menikah setahun kemudian. Sekarang kami punya dua anak. Hidup sebagai keluarga kecil yang bahagia, di tengah kota Mellysta. Happily. Ever. After.


Image Source : Pinterest

Komentar

Postingan Populer